Halaman

Rabu, 17 Januari 2018

Baby Blues or Postpartum Blues

Source: Pinterest
"Hati-hati kena baby blues lho, Bunda."

Nasihat bijak. Dan jujur saja, saya sudah persiapkan diri terserang baby blues sejak trimester 3 kehamilan. Saya tahu saya tipikal wanita moody yang sangat terpengaruh hormon. Jadi, baby blues sudah bisa dipastikan akan datang. Tinggal bagaimana levelnya saja.

Benar saja, beberapa baby blues symptoms menghampiri paska melahirkan, seperti:
• mudah menangis (bahkan tanpa alasan)
• merasa mudah kesal dan tersinggung
• merasa mudah lelah (saya pikir ini wajar setelah proses kehamilan dan persalinan yang cukup melelahkan)
• sulit tidur

Menurut penelitian, baby blues ini biasanya terjadi sejak setelah melahirkan sampai selama dua minggu. Lebih dari setengah ibu melahirkan di dunia (50-85%) mengalami baby blues. Jadi kalau Bunda mengalami baby blues, jangan khawatir, you are not alone (this is exactly what I said to myself).

Sekarang seharusnya sudah lewat masa-masa bercengkerama dengan si baby blues. Bayi Rapha sudah 2 bulan usianya. Tapi saya masih sering tiba-tiba sedih dan galau sampai sekarang. Ternyata eh ternyata, ada yang namanya postpartum depression. Sepertinya saya mengalami ini. Hampir sama seperti baby blues, tapi lebih lama: bisa sampai satu tahun. Ada beberapa symptoms tambahan (yang saya rasakan):
• rasa bersalah yang berlebihan (dalam kasus saya karena ASI yang masih belum cukup), jadi saya sering menangis karena rasa bersalah
• takut sendiri
• low sex drive

Dan symptoms yang tidak saya rasakan (dan membuat saya lega):

• ketakutan berlebih akan menyakiti si buah hati
• Enggan bersama/mengurus si buah hati

Postpartum depression ini menyerang sekitar 13% ibu baru. Dengan mencari tahu, paling tidak saya lebih bisa menerima keadaan dan tahu bagaimana mengatasinya.

Oya, ada lagi yang lebih parah: postpartum psychosis. Untungnya (dan semoga) saya tidak sampai tahap ini. Postpartum psychosis menyerang 3 bulan paska melahirkan dan bisa sampai bertahun-tahun. Kalau Bunda pernah dengar berita bunda yang membuunh bayi atau balitanya, kemungkinan besar si bunda itu terkena postpartum psychosis ini. Walaupun menurut penelitian hanya menyerang 0.1-0.2% bunda baru, kenyataannya banyak kejadian bunda yang membunuh anaknya sendiri. Bahkan penelitian lain menyebutkan, postpartum psychosis ini menyerang 20% bunda di negara berkembang (berarti termasuk Indonesia, lho, Bun).

Mengatasinya? Butuh dukungan ayah pastinya. Saya merasa lebih 'terkendali' kalau si ayah ada di rumah. Bagaimana cara ayah memberi dukungan? Lebih detailnya di post selanjutnya 😉

Tidak ada komentar:

Posting Komentar